Dinamika Bentuk Negara Dan Pemerintahan Imperium, Negara Westphalian

Home » Artikel » Dinamika Bentuk Negara Dan Pemerintahan Imperium, Negara Westphalian
Sumber : unsplash.com
Sumber : unsplash.com

Dinamika Bentuk Negara Dan Pemerintahan Imperium, Negara Westphalian

Cika Fauziyah

Pengantar

Negara-negara dan sistem negara merupakan organisasi sosial berdasarkan wilayah yang hidup terutama untuk membangun, memelihara dan mempertahankan nilai-nilai dan kondisi sosial dasar, termasuk khususnya keamanan, kebebasan, ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan. Inilah alasan utama untuk memiliki negara. Banyak negara dan tentunya semua negara maju menegakkan kondisi dan nilai-nilai tadi paling tidak sampai standar minimal dan sering pada tingkat yang lebih tinggi. Tentunya mereka berhasil dalam beberapa abad yang lalu dimana standarnya terus meningkat dan sekarang lebih tinggi dari sebelumnya.

Sistem negara dibentuk oleh masyarakat, sistem negara merupakan organisasi sosial, sistem negara memiliki keuntungan dan kerugian tertentu yang berubah sepanjang waktu. Tidak ada selain sistem negara yang diperlukan bagi kehidupan manusia, sekalipun mungkin terdapat banyak hal tentangnya yang menguntungkan bagi standar kehidupan yang tinggi, tetapi masyarakatnya tidak selalu tinggal didalam negara-negara berdaulat. Dalam sebagian sejarah manusia masyarakat mengorganisasi kehidupan politik mereka dalam berbagai cara, yang paling umum terbentuk adalah kekaisaran politik seperti kekaisaran Romawi.

Kekaisaran merupakan pola organisasi politik yang umum yang secara gradual muncul di Eropa Kristiani lebih dari beberapa abad setelah runtuhnya kekaisaran Roma. Dua pengganti utama Roma di Eropa juga berupa kekaisaran, di Eropa Barat kekaisaran jaman pertengahan (Katolik) berpusat di Roma (Penganut Kristen) di Eropa Timur dan dekat sebelah timur kekaisaran Byzantine (Ortodoks) berpusat di Konstantinopel atau sekarang Istambul. Dunia Kristiani pertengahan Eropa (500-1500) dengan demikian sepanjang waktu secara geografis dibagi menjadi dua kekaisaran religius-politik. Ada juga sistem politik dan kekaisaran lain yang menyimpang. Afrika Utara dan Timur Tengah merupakan dunia peradaban Islam.

Penganut kristen zaman pertengahan lebih seperti kekaisaran dari pada seperti sistem negara. Negara-negara ada, tetapi mereka tidak merdeka atau berdaulat dalam pengertian modern. Tidak ada wilayah dengan perbatasan yang benar-benar jelas.Dunia zaman pertengahan bukanlah potongan-potongan kecil geografis yang secara tajam membedakan warna-warna yang mewakili negara-negara merdeka yang berbeda. Bahkan ia merupakan garis dan warna dari berbagai macam corak yang bercampur baur yang rumit dan membingungkan. Kekuatan dan kekuasaan diatur sekaligus atasa dasar agama dan politik: Paus dan Kaisar adalah kepala dari dua hirarki yang pararel dan berhubungan, yang satu agama dan yang lainnya politik. Raja dan penguasa lainnya merupakan bawahan dari kekuasaan yang lebih tinggi tersebut dan hukum-hukumnya. Mereka tidak sepenuhnya merdeka. Dan sepanjang waktu pemerintah lokal lebih atau kurang bebas dari peraturan raja: mereka semi otonom tetapi mereka tidak sepenuhnya merdeka juga. Faktanya adalah kemerdekaan politik wilayah seperti yang kita ketahui sekarang tidak muncul di Eropa Zaman Pertengahan.

Era pertengahan juga merupakan salah satu dari era banyaknya kekacauan, ketidakaturan, konflik dan kekerasan yang berasal dari tidak adanya kontrol dan organisasi politik wilayah. Kadang-kadang perang merupakan pertempuran antara peradaban agama. Tetapi perang adalah feodal dan lokal berupa pertempuran antara kelompok-kelompok kesatria yang bersaing yang pemimpinnya sedang berselisih. Kekuasaan dan kekuatan untuk terlibat dalam peperangan tidak dimonopoli oleh negara: raja-raja tidak mengendalikan perang sebagaimana mereka dapat melakukannya. Kapasitas dan hak menyatakan perang dimiliki oleh anggota dari kasta tertentu, ksatria bersenjata beserta pemimpin dan pengikutnya yang berjuang kadang-kadang demi paus, kadang-kadang demi kaisar, kadang-kadang demi raja, kadang-kadang demi tuan mereka, kadang-kadang dan tentunya biasanya demi diri mereka sendiri. Tidak ada perbedaan yang jelas antara perang sipil dan perang internasional. Perang zaman pertengahan lebih menyurpai perang atasa isu-isu yang benar dan salah: perang untuk mempertahankan keyakinan, perang untuk menyelesaikan konflik atas warisan dinasti, perang untuk menghukum penjahat, perang untuk mengumpulkan hutang dsb.

Imperium Dan Tatanan Negara

Kata “imperialisme” berasal dari kata “imperator” yang artinya memerintah. Kata lain yang berhubungan dengan kata imperialisme yakni “imperium” yang dapat diartikan sebagai sebuah kerajaan besar dengan memiliki daerah jajahan yang amat luas. Pada masa kekaisaran Romawi, maka daerah kekuasaannya yang sangat luas di sekitar Laut Tengah sering disebut sebagai daerah Imperium Romanum. Namun dalam perkembangan selanjutnya, imperialisme memiliki pengertian yaitu suatu sistem penjajahan langsung dari suatu negara terhadap negara lainnya. Penjajahan dilakukan dengan membentuk pemerintahan jajahan atau dengan menanamkan pengaruh pada semua bidang kehidupan di daerah jajahan. Imperialisme muncul di Inggris pada masa berkembangnya industri modern.

Dalam sejarah perkembangannya, Imperialisme muncul dalam berbagai jenis. Jenis-jenis imperialisme dapat dibagi berdasarkan waktu munculnya dan tujuan penguasaannya. Berdasarkan waktu munculnya, jenis-jenis imperialisme antara lain sebagai berikut:

•    Imperialisme Kuno: Imperialisme kuno berlangsung sebelum terjadinya revolusi industri dengan tujuan mencapai kejayaan (glory), memiliki kekayaan (gold) dan menyebarkan agama (gospel). Contoh negara yang menganut imperialisme kuno seperti Portugis dan Spanyol.

•    Imperialisme Modern: Imperialisme modern berlangsung setelah revolusi industri. Munculnya imperialisme modern disebabkan oleh keinginan negara penjajah mengembangkan perekonomiannya. Contoh negara yang menganut pola imperialisme modern adalah Inggris.

Selanjutnya, jenis-jenis imperialisme berdasarkan tujuan penguasaannya dibagi menjadi:

•    Imperialisme Politik: Imperialisme politik adalah upaya untuk menguasai seluruh kehidupan politik dari negara lain. Negara yang dikuasai itu merupakan daerah jajahan dalam arti yang sesungguhnya. Ketika nasionalisme muncul dan semakin berkobar, maka imperialisme politik bersembunyi dalam bentuk protektorat dan mandat.

•    Imperialisme Ekonomi: Imperialisme ekonomi adalah suatu upaya untuk dapat menguasai perekonomian negara lain. Imperialisme ekonomi berusaha mewujudkan zona-zona ekonomi di negara jajahan yang bertujuan untuk memperkuat ekonomi negara penjajah.

•    Imperialisme Kebudayaan: Imperialisme kebudayaan adalah suatu upaya untuk menguasai mentalitas dan jiwa dari negara lain. Kebudayaan suatu bangsa tercermin dari mentalitas dan jiwa bangsa tersebut. Apabila mentalitas dan jiwa bangsa itu diubah, maka terjadi perubahan kebudayaan pada bangsa itu.

•    Imperialisme Militer: Imperialisme militer adalah suatu upaya untuk menguasai daerah-daerah dari negara lain yang dianggap strategis dengan menggunakan kekuatan angkatan bersenjata. Pada daerah yang dianggap strategis, negara imperialis membangun pangkalan militer. Pembangunan pangkalan militer ini bertujuan untuk menjamin kepentingan ekonomi dan keamanan daerah tersebut dari ancaman militer negara imperialisme lainnya, yang juga memiliki daerah tersebut.

Imperium adalah negara bangsa yang mendominasi negara bangsa lainnya dan menunjukkan satu atau lebih ciri-ciri berikut:

1) mengeksploitasi sumber daya dari negara yang didominasi,

2) menguras sumber daya dalam jumlah yang tidak sebanding dengan jumlah penduduknya jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain,

3) memiliki angkatan militer yang besar untuk menegakkan kebijakannya ketika upaya halus gagal,

4) menyebarkan bahasa, sastra, seni dan berbagai aspek budayanya ke seluruh tempat yang berada di bawah pengaruhnya

5) menarik pajak bukan hanya dari warganya sendiri, tapi juga dari orang-orang negara lain, dan

6) mendorong penggunaan mata uangnya sendiri di negara-negara yang berada di bawah pengaruhnya.

Imperium bukanlah suatu sistem negara yang terbaik. Kenyataannya Imperium berakhir seiring dengan berakhirnya Perang Tiga Puluh Tahun melalui Perjanjian Westphalia 1648, yang menyatakan kedaulatan atas masing-masing negara. Sistem nation-state pun mulai ada dan membuat masing-masing negara dapat mengatur kondisi internal mereka dan negara mulai diakui batas wilayahnya secara hukum dan yuridis. Artinya, negara-negara mendapatkan kedaulatan dari pihak lain di dunia internasional (Watson, 1992: 186).

Teori geopolik milik Immanuel Wallerstein (1976) dalam The  Modern World-System, mengatakan bahwa dahulu memang terdapat sistem kerajaan. Dunia ini berupa kerajaan dan dalam bentuk negara-kota pada masa Yunani Kuno. Namun kemudian negara-negara tersebut tergabung secara paksa melalui ekspansi wilayah dan peperangan, hingga menciptakan sebuah sistem yang lebih besar (Immanuel Waallerstain 1976). Seiring perkembangan dunia, konstelasi politik menjadi kian rumit. Dunia memasuki tatanan baru yang didasari oleh kepentingan masing-masing negara. Jhon R Short (1993), seorang ahli geopolitik, mengemukakan tiga kelompok negara pada tatanan dunia baru: superpower, major power, dan minor power. Sementara Mackinder memandang bahwa kekuatan dunia secara structural dapat dibagi menjadi dua: pivotal area atau kekuatan di daratan utama dan crescent area atau di wilayah pinggiran, serta yang disebut oleh Seversky dengan Old World-New World (Flint, 2007).

Wallerstain (1976) juga mengidentifikasikan adanya pembagian negara berdasarkan kekuatannya yaitu negara core, semiperipherial, dan pheripherial. Dalam tatanan dunia yang seperti ini, terjadi eksploitasi oleh negara core terhadap negara peripherial atau yang disebut dengan negara dunia ketiga. Mereka memanfaatkan baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia untuk mengembangkan perindustrian, serta menciptakan interdependensi bagi negara berkembang. Negara berkembang tidak memiliki cukup kemampuan dan sumber daya manusia yang mumpuni untuk memajukan perindustrian mereka (Jackson & Sorensen, 1999).

Negara merupakan hasil integrasi dari kekuasaan politik atau dengan kata lain negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik. Kekuasaan untuk mengatur dan menertibkan masyarakat pun berada di tangan negara. Menurut Harold J. Laski (1947), negara adalah integrasi masyarakat yang memiliki wewenang bersifat memaksa dan secara sah lebih berkuasa dari individu atau kelompok, yang merupakan bagian dari masyarakat. Meskipun negara menjadi satu pihak yang paling berwenang dan memiliki hak untuk mengatur bahkan memaksa, penguasa lah yang memegang kendali atas negara. Bagaimana kebijakan negara dijalankan tergantung pada penguasa. Namun Benedict Anderson (1991) menyatakan bahwa negara merupakan hasil imajinasi masyarakat atas dasar kesamaan dan sense of belonging sehingga membentuk suatu ikatan dengan self-determination.

Perjanjian Westhphalia (1648)

Munculnya entitas yang bernama ‘negara’ dewasa ini tak luput dari sejarah awal terbentuknya konsep negara ditandai dengan Perjanjian Westphalia tahun 1648 yang mengakhiri era kekaisaran di Eropa. Kembali kepada topik pembahasan di atas, maka perlu lah kita mengetahui sejarah terbentuknya negara-bangsa. Di Benua Eropa pada abad pertengahan dilanda perang yang hebat, perang ini berlangsung selama kurang lebih tiga puluh tahun (1618-1648).

Perkiraan banyak pihak, Prancis diprediksi akan membantu pihak katolik untuk mengakhiri perlawanan kaum Protestan. Namun, kenyataannya tidak. Prancis yang hendak mengakhiri hegemoni Spanyol sebagai kekuatan militer utama di Eropa, sengaja mendukung kepentingan kaum Protestan. Karena Spanyol menganggap dirinya sebagai kekuatan utama yang mendukung kepentingan katolik di seluruh Eropa sehingga Prancis mendukung penuh kepentingan kaum Protestan di Eropa. Perang yang awalnya hanya soal kepentingan agama akhirnya berubah menjadi perang untuk merebutkan resource (Sumber daya). Kekuatan Protestan dalam wilayah Empirium Romawi Suci terus bersaing dengan kekuatan penguasa Hapsburg sekaligus Kaisar Romawi Suci, Ferdinand II yang beragama katolik.

Spanyol terus memberikan bantuan pasukan bagi Empirium Romawi Suci sementara Prancis terus mengirimkan pasukan untuk membantu kaum Protestan di dalam wilayah Empirium Romawi Suci.Persaingan ini berakhir pada 1640 ketika Spanyol mengumpulkan seluruh kekuatannya untuk mengusir Prancis dari kancah peperangan. Namun, usaha ini terlihat sia-sia ketika sebagian prajurit terbaik Spanyol dikalahkan dan ditangkap dalam Perang Rocroi pada 1643. Lelah akan konflik yang tak kunjung ada jalan keluar, semua pihak yang terlibat dalam perang ini bersepakat bertemu dan mengadakan konferensi perdamaian di wilayah Westphalia, sebelah Timur Jerman pada 1648. Perjanjian Westphalia ini melibatkan Kaisar Romawi Suci, Ferdinand II, dan berbagai Kerajaan di Eropa mulai dari Spanyol,Prancis, Swedia, Belanda, serta sejumlah penguasa wilayah lain di Eropa.

Akhirnya para pemimpin utama di Eropa menandatangani salah satu perjanjian paling penting di dalam sejarah Eropa bahkan dunia yaitu Perjanjian Westphalia. Perjanjian ini mengakhiri Perang 30 Tahun (yang dalam sejarah kekristenan Eropa juga dianggap perang antara kaum Katolik & kaum Protestan) dan secara resmi mengakui kemerdekaan Republik Belanda dan Konfederasi Swiss sekaligus mengubah secara radikal perimbangan kekuatan di benua Eropa. Selain itu, Perjanjian Pyrenees, yang ditandatangani pada tahun 1659 dan mengakhiri perang antara Perancis dan Spanyol, juga sering dianggap bagian dari perjanjian perdamaian ini. Para sejarawan sering menganggap perjanjian ini sebagai penanda dimulainya era modern dari negara-bangsa dan sistem internasional. Perjanjian Damai Westphalia terdiri dari dua buah perjanjian yang ditandatangani di dua kota di wilayah Westphalia, Jerman Timur, yaitu di Osnabrück (15 Mei 1648) dan di Münster (24 Oktober 1648). Kedua perjanjian ini mengakhiri Perang 30 Tahun (1618-1648) yang berlangsung di wilayah Eropa khususnya di wilayah Kekaisaran Romawi.

Isi utama Perjanjian Westfalen adalah Semua pihak mengakui Perdamaian Augsburg tahun 1555 yang isinya setiap pangeran berhak menentukan agama negaranya sendiri. Pilihannya adalah Katolikisme, Lutheranisme, dan sekarang Calvinisme (prinsip cuius regio, eius religio). Umat Kristen di kepangeranan yang denominasinya bukan aliran resmi diberi hak mempraktikkan keyakinannya secara terbuka pada waktu tertentu dan secara tertutup atas keinginan sendiri.Pengakuan luas terhadap kedaulatan tanah, rakyat, dan agen asing masing-masing pihak secara eksklusif, serta pengakuan terhadap setiap atau sebagian tanggung jawab serangan oleh warga negaranya maupun agen-agennya. Larangan penerbitan surat marka dan pembalasan tanpa batas kepada tentara bayaran.

Ada pula beberapa penyesuaian wilayah:Kemerdekaan Swiss dari Kekaisaran diakui secara resmi; teritori tersebut sudah menikmati kemerdekaan secara de facto selama beberapa dasawarsa.Sebagian besar isi Perdamaian adalah hasil karya Kardinal Mazarin, pemimpin de facto Perancis waktu itu (raja Louis XIV masih kecil). Perancis keluar dari perang dalam keadaan yang lebih baik ketimbang pelaku perang lainnya. Perancis memenangkan kendali atas Keuskupan Metz, Toul, dan Verdun dekat Lorraine, dan kota Décapole di Alsace (bukan Strasbourg, Keuskupan Strasbourg, atau Mülhausen).

Swedia mendapatkan ganti rugi sebesar lima juta taler yang dipakai untuk menggaji tentaranya. Swedia juga mendapatkan Pomerania Barat (asal nama Pomerania Swedia), Wismar, dan Kepangeran-Uskupan Bremen dan Verden sebagai fief turunan. Swedia otomatis memegang satu kursi dan suara di Diet Kekaisaran Romawi Suci serta diet lingkaran (Kreistag) di Sachsen Hulu, Sachsen Hilir, dan Westfalen.

Batas politik dalam negeriPeta Eropa yang disederhanakan setelah Perdamaian Westfalen tahun 1648.Peta sejarahKekaisaran Romawi Suci tahun 1648.Kekuasaan Ferdinand III yang bertentangan dengan konstitusi Kekaisaran Romawi Suci dicabut dan dikembalikan kepada para penguasa negara imperial. Rektifikasi ini memungkinkan para penguasa negara imperial memutuskan sendiri agama resmi mereka. Umat Protestan dan Katolik dinyatakan setara di hadapan hukum dan Calvinisme diberikan pengakuan resmi.Takhta Suci sangat tidak puas dengan hasilnya. Dalam Zelo Domus Dei, Paus Inosensius X menyebut perjanjian ini, “nihil, kosong, tidak sah, tidak adil, tidak pantas, terkutuk, hina, konyol, tak bermakna dan tak berpengaruh sama sekali”.

Perdamaian Westphalia dianggap sebagai salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah hukum internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa hukum internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional.Mengapa perjanjian Westphalia dinilai sangat penting dalam perkembangan hukum khususnya hukum internasional? Hal itu disebabkan karena, (1) Disamping menjadi akhir dari perang yang sudah berlangsung selama 30 tahun, Perjanjian Westphalia juga telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi di Eropa, (2) Perjanjian perdamaian tersebut juga telah mengakhiri ke Kaisaran Romawi yang suci, dan (3) Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional masing-masing negara. Perjanjian Westphalia meletakkan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan atau empirium).

Dalam buku Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa jauh? Dijelaskan bahwa Perjanjian Westphalia biasanya digunakan untuk menandai permulaan era modern, perjanjian perdamaian Agama Augsburg (1555) barangkali sama-sama merupakan penting dalam evolusi kebebasan beragama di Eropa. Reformasi Protestan telah banyak berpengaruh di beberapa wilayah Jerman yang terdiri atas Kemaharajaan Romawi, dan Perjanjian Perdamaian Agama Augsburg mengakui bahwa para penguasa Lutheran seharusnya mempunyai status sama dengan parapenguasa Katolik di dalam Kemaharajaan, sembari membolehkan para penguasa biasa dari lingkungan Kemaharajaan untuk menentukan yang mana dari dua agama tersebut yang harus diadopsi.

Menurut Suwardi Wiriaymadja, Perjanjian Westphalia dapat dikatakan telah mengesahkan suatu sistem negara-bangsa karena telah mengakui bahwa empire (negara) tidak dapat lagi memaksa kesetiaan dari negara-negara bagian-nya, dan bahwa Paus tidak dapat melaksanakan kekuasaanya dimana-mana, meskipun dalam soal-soal spirituil.Perjanjian Westphalia meletakan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.

Negara Modern

Konsep negara modern saat ini memang merupakan buah hasil dari Perjanjian Westphalia 1648. Pada masa inilah terbentuknya sebuah konsep negara yang berdaulat dan identitas sebuah bangsa didalamnya. Perubahan politik apa yang pada dasarnya terjadi dari masa pertengahan hingga ke masa modern?, Jawaban singkatnya adalah pada akhirnya ia mengkonsolidasikan aturan nilai-nilai tersebut dalam kerangka sosial yang merdeka dan bersatu, yaitu negara yang berdaulat.

Perjanjian Westphalia telah memberikan sebuah pondasi dasar bagi konsep negara modern khususnya mengenai negara sekuler. Mengakui kedaulatan wilayah lain dan tidak lagi memaksakan kehendak wilayah lain. Perjanjian Westphalia mencoba mengkonsolidasikan aturan yang lebih jelas dan membatasi adanya kekuasaan yang berlebihan kepada penguasa. Jika dalam era modern saat ini, bisa dikatakan hampir mirip dengan sistem demokrasi. Dengan adanya Perjanjian Westphalia, batas yang mencakup kedaulatan wilayah menjadi semakin jelas. Sehingga meminimalisasi pencaplokan wilayah. Implementasinya adalah negara-negara modern saat ini memiliki batas-batas wilayah yang nyata dan jelas.

Perjanjian Westphalia telah membuat banyak perubahan dalam bentuk negara modren ini meliputi :

 1. Tumbuhnya reperesentative goverment

 2. Terjadi revolusi industri.

 3. Perkembangan hukum internasioanal

 4. Perkembangan metode-metode dan teknik diplomasi

 5. Dalam bidang ekonomi antar negara bangsa terjadi saling ketergantungan.

 6. Timbulnya prosedur-prosedur untuk menyelesaikan konflik secara damai.

Perjanjian Westphalia mendukung bangkitnya negara-bangsa (nation-state), institusionalisasi terhadap diplomasi dan tentara. Sistem yang berasal dari Eropa ini diekspor ke Amerika, Afrika, dan Asia lewat kolonialisme, dan “civilization standards”. Sistem internasional kontemporer akhirnya dibentuk lewat dekolonisasi selama Perang Dingin. Namun, sistem ini tampaknya terlalu disederhanakan. Sementara sistem negara-bangsa dianggap “modern”, banyak negara tidak masuk ke dalam sistem tersebut dan disebut sebagai “pra-modern”. Lebih lanjut, beberapa telah melampaui sistem negara-bangsa dan dapat dianggap “pasca-modern”.

Dengan munculnya negara-bangsa sebagai aktor yang dominan dalam setiap perilaku politik hubungan internasional maka konsepsi tatanan sistem negara ini merupakan pola kehidupan internasional selama tiga abad. Di masa sekarang hal tersebut masih merupakan pola yang dominan yang tetap berlaku.Ada beberapa hal yang berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dari sistem negara yang ada, yang kemudian membuat negara-bangsa menjadi aktor dominan serta bergerak sendiri tanpa ada pengaruh dari luar, yaitu:

a. Nasionalisme, yang bisa didefinisikan sebagai persepsi identitas seseorang terhadap suatu kolektivitas politik yang terorganisasi secara teritorial, nilai psikologi atau spiritual yang mempersatukan penduduk dari suatu negara dan menimbulkan kehendak pada mereka untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan negaranya.

b. Kedaulatan Nasional, yaitu teori hukum yang memberikan negara kekuasaan yang tidak terbatas atas semua kepentingan, baik itu di dalam negeri maupun dalam hubungannya dengan negara-negara lain.

c. Kekuatan Nasional, yaitu kekuasaan suatu negara (the might of a state) yang memberikan alat perlengkapan untuk melaksanakan segala hal yang dikehendaki oleh negara supaya dilakukan, yang kemudian kita sebut dengan kepentingan nasional.

Kesimpulan

Suatu bentuk negara berubah dari waktu ke waktu, bermula dari masa imperium hingga masa modern. Proses perkembangan zaman ini tidak sesingkat yang dipikirkan karena banyak proses yang dilalui, baik itu dari perang, pertempuran dsb, hingga yang terjadi di Eropa kurang lebih 30 tahun lamanya untuk sampai saat ini. Oleh karenanya kita bisa menikmati negara modern dimana kita bisa merdeka, bisa berdaulat,mengakui kedaulatan wilayah lain dan tidak lagi memaksakan kehendak wilayah lain, aturan yang lebih jelas dan membatasi adanya kekuasaan yang berlebihan kepada penguasa. Jika dalam era modern saat ini, bisa dikatakan hampir mirip dengan sistem demokrasi. Dengan adanya Perjanjian Westphalia, batas yang mencakup kedaulatan wilayah menjadi semakin jelas. Hal ini diawali dengan adanya perjanjian westphalian yaitu perjanjian perdamaian yang sangat penting dalam sejarah era modern ini.

Daftar Pustaka

Anderson, Benedict. 1991. “The Last Wave” dalam Imagined Community: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism. London: Verso, hlm.113-140.

Budiardjo, Miriam. 2006. Dasar -Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Flint, Colin. 2006. “A Framework for Understanding Geopolitics” dalam Introduction to Geopolitics. New York: Routledge, hlm. 1-33.

Jackson Robert& Georg Sorensen, 2009.  Pengantar Studi Hubungan Internasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar) hlm. 12-22

Jones, Martin et. al. 2004. “Power, Space and Political Geography” dalam An Introduction to Political Geography: Space, Place and Politics, hlm. 1-19.

Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: P.T. Alumni, 2003), hlm. 29-30.

Morgenthau, Hans J. 2010. “Politik Antarbangsa”. Yayasan Pustakan Obor Indonesia: Jakarta.

Oslo Coalition on Freedom of Religion or Belief, Brigham Young University. International Center for Law and Religion Studies, Norsk senter for menneskerettigheter Kebebasan beragama atau berkeyakinan: seberapa jauh? : sebuah referensi tentang prinsip-prinsip dan praktek. Kanisius, 2010.