Negara Nasional Demokratik Dan Negara Nasional Otoritarian
Haryono
Pengantar
Negara adalah sebuah lembaga historis; ia muncul diabad ke 16 dan ke-17 sebagai sebuah sistem aturan terpusat yang berhasil menundukan semua lembaga dan kelompok yang lain,termasuk (dan khususnya) Tempat Ibadah, yang mengakhiri sistem otoritas yang saling bersaing dan tumpang tindih yang menjadi ciri Eropa Abad pertengahan. Dengan membentuk prinsip kedaulatan teritorial, Perdamaian Westphalia (1648), yang ditetapkan diakhir dari perang Tiga Puluh Tahun , sering diaangap telah menformalkan pengertian modern kenegaraan, dengan menetapkan negara sebagai pelaku utama dalam urusan-urusan domestik dan internasioanal.
Namun, kurang terdapat kesepakatan tentang mengapa negara menjadi eksis, Menurut Charles Tilly (1990), misalnya faktor utama yang menjelaskan perkembangan dari negara modern adalah kemampuannya untuk berperang. Dalam pandangan ini, transformasi dalam skala dan sifat dari pertempuran-pertempuran militer pada sekitar abad ke-16 (melalui, misalnya , pengenalan bubuk mesiu, penggunaan pasukan infanteri dan artileri yang terorganisasi, dan pembentukan pasukan tetapa) tidak hanya semakin meningkatkan kontrol mereka atas penduduk mereka dengan mengembangkan sistem-sistem pajak dan adminitrasi yang lebih luas.Sebagaiman dinyatakan Tilly (1975), Perang membuat negara dan negara membuaht perang.[1]
Teori kekuasaan negara sudah diperbincangkan sejak jaman Yunani kuno. Misalnya Plato dan Aristoteles, dua pemikir besar pada jaman itu menyatakan bahwa negara memerlukan kekuasaan yang mutlak. Kekuasaan ini diperlukan untuk mendidik warganya dengan nilai-nilai moral yang rasional.[2]Seperti yang dikatakan Plato Dalam negara tersebut akan berkuasa akal (raiso) sebagai ganti Tuhan. Segala keinginan untuk mementingkan diri sendiri harus dihilangkan dahulu bilamana kehidupan negara yang sungguh-sungguh sempurna akan dicapai. Individu harus sama sekali tunduk pada keseluruhan (kolektiviet) (Schmid,1965:26). Berikut ini lima ciri penting dari negara ;[3]
- Negara bersifat kuasa
- Lembaga negara dapt dikenali bersifat “publik “ (negeri), berbeda dengan ‘privat’ (swasta) dari masyarakat sipil.
- Negara adalah sebuah ukuran legiminas
- Negara adalah semua perangkat dominasi
- Negara adalah sebuah kesatuan tertorial
Ketika kita menhajukan pertayaan”apakah negara itu?” dan apakah sistem negara itu?” akan terdapat jawaban yang berbeda, tergantung pada pendekatan teoritis yang dipakai ; jawabannya kaum realis akan berbeda dari jawaban masyarakat internasional dan jawaban yang diberikan oleh teoritisi EPI. Tak satupun dari jawaban-jawaban ini yang benar-benar berbicara apakah betul atau salah sebab yang benar adalah; negara merupakan suatu entitas yang berwajah banyak membingungkan.
Didalam negara, memandang negara memiliki dua dimensi yang berbeda, masing-masing dibagi menjadi dua kategori besar. Dimensi pertama adalah negara sebagai pemerintah versus negara sebagai negeri. Dipandang dari dalam, negara merupakan pemerintah nasional; ia merupakan kekuasaan memerintah tertinggi dalam suatu negeri; ia memilki kedaulatan internal. Tetapi dipandang secara internasional, negara bukan hanya pemerintah; negara adalah wilayah berpendudukan dengan pemerintah nasional dan masyarakat, dengan kata lain negara (state) adalah negeri (coutry).Dari sudut tersebut, baik pemerintah maupun masyarakat domestik membentuk negara. Jika suatu negeri adalah negara berdaulat, secara umum ia akan diakui secara politik.
Hal ini membawa kita ke Dimensi kedua dari negara, yang membagi aspek eksternal kenegaraan berkedaulatan kedalam dua kategori besar. Kategori pertama negara dipandang secara institusi legal atau formal dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Yakni negara sebagai entitas yang diakui berdaulat atau merdeka, memperoleh keanggotaan dalam organisasi-organisasi internasioanl, dan memiliki berbagai macam hak dan kewajiban internasional.
Kategori kedua adalah negara dipandang sebagai organisasi politik-ekonomi yang penting (Substansial). Kategori itu berkaitan dengan perluasan dimana negara telah mengmbangkan institusi-institusi politik yang efisien, berdasar ekonomi yang kokoh, dan tingkat persatuan nasional yang kokoh, yakni, persatuan umum dan dukungan bagi negara.[4]
Pemerintahan
Tanpa keraguan sistem klasifikasi paling berpengaruh adalah disusun oleh Aristoteles pada abad ke 4 SM, yang didasarkan pada analisis dia terhadap 158 negara kota di Yunani yang pernah ada. Aristoteles berpandangan bahwa pemerintahan-pemerintahan dapat dikategorikan menjadi dua pertanyaan;’ Siapa yang berkuasa?, dan ‘Siapa yang memperoleh manfaat dari kekuasaan ?’ Pemerintah menurut Aaristoteles dapat diletakan di tangan-tangan dari seorang individu tunggal, sebuah kelompok kecil, atau banyak orang. Pada msing-msing kasus tersebut, akan tetapi, pemerintah dapat diselenggarakan dengan baik dalam kepentingan-kepentingan yang egois dari penguasa, atau bagi kepentingan dan kebaikan seluruh masyarakat. Aristoteles mengidentifikasi 6 bentuk pemerintahan yang diperlihatakan di bawah ini :
Siapa yang berkuasa | ||||
Satu orang | Sedikit orang | Banyak Orang | ||
Siapa yang memperoleh manfaat | Penguasa | Tirani | Oligarki | Demokrasi |
Semua | Monarki | Aristokrasi | Polite |
Tujuan Aristoteles adalah untuk mengevaluasi bentuk-bentuk pemerintahan pada landasan-landasan normatif dengan harapan untuk mengidentifikasi konstitusi yang ideal. Dalam pandangan dia , tirani, oligraki dan demokrasi semuanya adalah merupakan bentuk bentuk kekuasaan yang buruk atau sesat dimana sebuah pribadi tunggal, sebuah kelompok kecil dan kelompok besar orang, secara berurutan, memerintah untuk kepentingan dia sendiri dan mengorbankan pihak-pihak lain. Sebaliknya monarki, aristokrasi dan polite lebih patut untuk dipilih , karena dalam bentuk pemerintahan ini , sang individu, kelompok kecil, kelompok besar yang berkuasa secara berturutan memerintah untuk kepentingan semua pihak. Aristoteles menyatakan bahwa tirani merupakan yang paling buruk dari semua konstitusi yang mungkin, karena ia mereduksi warga kedalam status budak. Monarki dan Aristokrasi di sisi lain bersifat praktis, karena mereka didasarkan pada sebuah kehendak untuk meletakan kebaikan dari masyarakat di depan kepentingan-kepentingan pribadi dari para penguasa. Untuk polite sendiri yaitu kekuasaan oleh banyak orang untuk kepentingan semua orang.
Konsep pemerintahan dalam pengartian yang luas menunjuk pada setiap mekanisme setiap mekanisme dimana kekuasaan yang tertata dipelihara, ciri utamanya adalah kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan kolektif dan menyelenggarakannya. Sebuah sistem politik , atau rezim akan tetapi, mencakup mekanisme pemerintahan dan lembaga negara , tetapi juga struktur-struktur dan proses-proses dimana mereka ini berinteraksi dengan masyarakat luas.[5]
Pemerintahan merupakan lembaga eksekutif negara. Dia meliputi aparat birokrasi teknis ( birokrasi dalam pengertian sempit ) mauun para politisi negarawan yang menjadi puncuk pimpinan lembaga-lembaga negara. Pemerintahan merupakan aspek personel negara; dia adalah faktor manusia dari negara. Hal ini seperti dikatakan Greenberg tentang siapa pelaksana kebijakan yaitu aparat birokrasi, Greenberg menyatakan secara eeksplisit bahwa disini termasuk aparat teknis maupun aparat politis, dan aparat birokrasi disini adalah pemerintah.[6]
Negara Nasional Demokratik
Asal mula istilah ‘demokrasi’dapat kita telusuri kembali pada zaman Yunani Kuno. Seperti halnya kata-kata lain yang diakhiri dengan ‘krasi’(misalnya ,autokrasi,aristokrasi dan birokrasi), demokrasi diturunkan dari kata Yunani kratos, yang artinya kekuasaan. Demokrasi berarti ‘kekuasaan oleh demos’(demos menunjuk pada ‘rakyat’, meskipun orang Yunani asalnya menggunanakan ini dengan arti ‘kauam miskin’atau orang banyak’). Akan tetapi pengertian yang sederhana yaitu kekuasaan oleh rakyat.
Kita mungkin senang melihat bahwa demokrasi itu terus berlanjut semenjak dari diciptakkannya, di Yunani Kuno 2500 tahun yang lalu dan secara berangsur-angsur menerobos keluar dari permulaannya yang amat kecil, sampai kepada saat sekarang ini, dimana demokrasi telah mencapai setiap benua dan mencakup sebagian yang cukup besar dari umat manusia.
Pada tahun 500 sebelum masehi, tampaknya situasi yang menguntungkan itu telah muncul kembali di beberapa tempat , dan beberapa kelompok kecil manusia mulai mengembangkan sistem pemerintahan yang memberikan kesempatan cukup besar untuk ikut serta dalam putusan kelompok. Kita bisa mengatakan bahwa demokrasi primitif itu telah diciptakan kembali dalm bentuk yang lebih maju. Perkembangan yang paling penting telah terjadi di Eropa, tiga diantaranya disepanjang pantai Laut Tengah, yang lainnya di Eropa Utara.[7]
Laut TengahAdalah di Yunani dan Romawi kira-kira tahun 500 sebelum masehi, pertama-tama diciptakan suatu sistem pemerintahan yang memberi tempat bagi partisipasi rakyat melalui sejumlah besar warga negara, atas dasar demikian kuatnya, sehingga mampu bertahan berabad-abad lamanya, walaupun terjadi perubahan disana-sini.
Yunani bukanlah sebuah negara dalam pengertian kita yang modern, yaitu suatu tempat dimana semua orang Yunani hidup dalam sebuah negara dengan satu pemerintahan. Malah sebaliknya , Yunani terdiri dari beberapa ratus kota yanng merdeka, yang masing-masing dikelilingi oleh daerah pedalaman. Negara Yunani yang berdaulat itu adalah adalah negara-kota. Negara – kota yang paling terkenal, baik dimasa klasik maupun sesudahnya adalah Athena. Tahun 507 sebelum masehi, orang Athena menganut sistem pemerintahan kerakyatan yang berlangsungkira-kira dua abad lamanya, sampai pada akhirnya kota itu ditakluhkan oleh tetangganya yang lebih kuat disebelah utara, yaitu Macedonia.
Di antara negara demokrasi di Yunani, Athena adalah yang paling penting, karena pengaruhnya yang luar biasa terhadap filsafat politik, dan kemudian dipercayai sebagai conoth utama dari partisisipasi warga negara, atau sebagaimana dikatakan sementara orang, sebagai demokkrasi partisipatif.
Roma, kira-kira sama waktunya dengan diperkenalkannya pemerintahan rakyat di Yunani, hal yang sama juga muncul disemenajung Italia, dikota Roma. Akan tetapi orang Romawi memilih untuk menamakan sistem mereka suatu republik, yaitu dari resyang berarti kejadian atau peristiwa dalam Latin, dan publicus yang berarti publik, jadi diterjemahkan secara bebas, maka suatu republik itu adalah sesuatu yang menjadi milik rakyat. Hak ikut serta dalam memerintah Republik pada mulanya hanya terbatas pada golongn bangsawan (patricia)saja atau kaum aristokrat. Namun dalam suatu perkembangan yang akan kita temui nanti, setelah melakukan perjuangan yang keras, maka rakyat biasa juga bisa masuk kedalamnya.
Italia, dari sinilah pemerintahan rakyat itu mulai muncul di italia utara sekitar tahun 1100 M. Di negara-kota yang relatiif kecillah pemerintah rakyat itu tumbuh, bukan dikawasan atau negara besar. Dalam suatu pola yang ditemui di Roma, dan kemudian terulang kembali ketika munculnya pemerintahan perwakilan modern, maka partisipasi dalam badan-badan yang memerintah di negara kota itu pertama-tama hanya terbatas pada kalangan anggota keluarga kelas atas; bangsawan, tuan tanah besar, dana sejenisnya. Akan tetapi lambat laun, penduduk kokta yang berada dalam lapisan sosial ekonomi yang rendah mulai menuntut hak untuk ikut memerintah. Anggota dari kelas yang kini kita samakan kelas menengah-orang kaya baru, pedagang dan bankir menegah, para pengrajin yang berkumpul dalam paguyuban, serta para serdadu jalan kaki yang diperintah oleh kaum bangsawan tidak saja menjadi lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan kelas tinggi yang dominan itu, tetapi juga mampu mengorganisasi dirinya. Apalagi, mereka dapat mengancam untuk bertindak anarki, dan jika perlu melaksanakan ancamannya.
Perkembangan demokrasi , setelah sekitar pertengahan tahun 1300-an, pemerintah republikan dari beberapa kota utamam itu makin meredup dan tunduk kepada musuh-musuh abadi pemerintahan rakyat; kemunduran ekonomi, korupsi, oligraki, perang, penakluhkan dan diambil-alihnya kekuasaan oleh para penguasa yang sewenang-wenang , baik ia pangeran, raja atau tentara. Dipandang dari segi liputan yang lebih jauh dari kecenderungan sejarah, negara kota telah hancur sebagai sendi pemerintahan rakyat. Hal ini disebabkan munculnya pesaing yang kekuatannya jauh lebih hebat, yaitu negara nasional.
Dalam uraian diatas Robert A. Dahl menunjuk pada “pemerintah rakyat” di Yunani, Roma dan Italia. Untuk menunjuk pemerintah pada pemerintah rakyat, orang Yunani, seperti kita lihat telah menciptakan istilah demokrasi. Orang Romawi berdasarkan bahasa latin mereka, menamakan pemerintahannya dengan nama “republik”, kemudian orang italia memberikan nama itu kepada pemerintahan rakyat yang terdapat di beberapa negara-kota mereka. Mungkin apakah demokrasi dan republik menunjuk kepada sistem konstitusional yang secara mendasar berbeda, atau apakah kedua kata itu hanya menggambarkan perbedaan bahasa dari mana kata-kata itu berasal?, jawaban yang benar telah disamarkan oleh James Madison pada tahun 1787 dalam sebuah makalah yang amat berpengaruh yang ditulisnya untuk memperoleh dukungan konstitusi Amerika yang baru saja diusulkannya. Madison telah membuat perbedaan antara “sebuah demokrasi murni, yang diartikan sebuah masyarakat yang terdiri atas sejumlah kecil warga negara yang berkumpul dan melakskanakan sendiri pemerintahan itu,” dan sebuah republik, yaitu sebuah pemerintahan dimana terdapat skema perwakilan.
Kriteria Untuk Proses Demokrasi
Dalam semak belukar gagasan tentang proses demokrasi yang sangat besar dan sering tak tertembus, adakah kemungkinan untuk mengenali beberapa kriteria yang perlu dipenuhi oleh proses pemerintahan sebuah asosiasi agar dapat memenuhi suatu persyaratan yaitu seluruh anggota memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam berbagai keputusan kebijkan asosiasi, karena demokrasi tersebut untuk memberikan berbagai kesempatan untuk memiliki hak yang sama dengan kreteria sebagai berikut :[8]
- Partisipasi yang aktif
- Persamaan dalam memberikan suara
- Mendapatkan pemahaman yang jernih
- Melaksanakan pengawasan akhir terhadap agenda
- Pencakupan orang dewasa
Kriteria yang mungkin sangat berguna untuk diterapkan dalam pemerintahan suatu asosiasi sukarela yang amat kecil, namun apakah kriteria tersebut benar-benar dapat diterapkan dalam pemerintahan suatu negara.
Istilah negara sering digunakan, namun yang dimaksud oleh Robert A. Dahl negara adalah tipe asosiasi yang sangat istimewa yang dapat dibedakan berdasarkan tingkatannya dalam mendapatkan kepatuhan terhadap aturannya, diantara mereka yang mengakui yurisdiksi, dengan alat pemaksa yang kuat, sedangkan disini yang dimaksud pemerintahan adalah pemerintahan suatu negara dimana mereka hidup dibawah yuridiksinya.
Perlu diingat bahwa negara adalah sebuah asosiasi yang unik yang pemerintahannya memiliki sebuah kemampuan yang luar biasa untuk mendapatkan kepatuhan bagi peraturan-peraturannya, di antaranya dengan kekuatan, pemaksaan dan kekerasan. Dari pengertian tersebut , mengapa kita harus mendukung negara demokrasi, jawabnnya adalah karena demokrasi menghasilkan sebab akibat yang diinginkan, yaitu seperti berikut :[9]
- Menghindari tirani
- Hak-hak asasi
- Kebebasan umum
- Menentukan nasib sendiri
- Otonomi moral
- Perkembangan manusia
- Menjaga kepentingan probadi yang utama
- Persamaan politik
Apabila di negara-negara demokrasi modern menghasilkan
- Mencari perdamaian
- Kemakmuran
Dalam menghadapi sejarah yang demikian panjang, mengapa kita harus percaya bahwa demokrasi adalah suatu cara yang lebih baik untuk memerintah negara dibandingkan alternatif lain bukan demokrasi. Dibandingkan dengan alternatif manapun yang mungkin ada, demokrasi paling tidak lebih unggul dalam sepuluh hal sebagai berikut :[10]
- Demokrasi menolong mencegah tunbuhnya pemerintahan oleh kaum otokrat yang kejam dan licik
- Demokrasi menjamin bagi warga negara nya sejumlah hak asasi yang tidak diberikan, dan tidak dapat diberikan oleh sistem sistem yang tidak demokratis
- Demokrasi menjamin kebebasan pribadi yang lebih luas bagi padawarga negaranya dari pada alternatif lain yang memungkinkan.
- Demokrasi membantu orang-orang untuk melindungi kepentingan pokok mereka
- Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi orang-orang untuk menggunakan kebebasan menentukan nasibnya sendiri, yaitu untuk hidup dibawah hukum yang mereka pilih sendiiri.
- Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk menjalankan tanggung jawab moral
- Demokrasi membantu perkembangan manusia lebih total daripada alternatif lain yang memungkinkan .
- Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat membantu perkenbangan kadar pesamaaan politik yang relatif tinggi.
- Negara-negara demokrasi perwakilan modern tidak berperang satu sama lain.
- Negara- negar dengan pemerintahan yang demokratis cenderung lebih makmur daripada negara-negara dengan pemerintahan yang tidak demokratis
Negara Nasional Otoritarian
Istilah “ otoriter ” berasal dari bahasa Inggris, authority yang merupakan turunan dari kata Latin autocritas. Kata ini berarti pengaruh, kuasa, wibawa, atau otoritas. Dengan otoritas ini, seseorang dapat memengaruhi pendapat, pemikiran, gagasan, dan perilaku orang lain, baik secara perorangan maupun kelompok. Secara semantik istilah “ otoriter” menunjuk pada pengertian sisi buruk sifat dan perilaku seseorang (baik dalam konteks relasi pribadi, sosial maupun politik) yang disandarkan semata-mata lebih pada basis otoritas (kuasa dan wewenang) yang dimiliki atau dipegangnya.
Dalam diskursus politik, istilah “otoriter” ini kemudian lazim digunakan untuk menyebut kecenderungan sifat dan perilaku kekuasaan yang anti-demokrasi, yang secara semantik berasal dari akar kata yang sama, autocritas, authority ; dan melahirkan turunan konsep “ideologis”, authoritarianism (otoritarianisme). Sebuah konsep yang merujuk pada pemahaman tentang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan dengan kontrol (pengendalian) penuh atau nyaris penuh oleh penguasa (eksekutif). Sistem politik otoriter dengan demikian merupakan sistem politik yang didasarkan lebih pada kekuatan otoritas atau kekuasaan monolitik yang dipegang oleh pemimpinnya, baik individu (yang didukung oleh elit-elit stratgis yang bersekongkol) maupun dalam bentuk kepemimpinan oligarkis; dan pada saat yang sama : mengesampingkan prinsip-prinsip demokrasi dan konsensus, bahkan seringkali juga menisbikan keberadaan konstitusi negaranya.
Namun demikian, sistim politik otoriter tidak dapat dikatakan sebagai sepenuhnya anti tesis dari demokrasi. Sebab, paling tidak, banyak negara yang menerapkan sistim politik otoriter ini secara formal merupakan negara demokrasi. Indikasinya sederhana saja : negara tersebut misalnya menerapkan sistim pembagian kekuasaan berdasarkan doktrin trias politika, kemudian rotasi kepemimpinan dilakukan melalui mekanisme pemilihan umum. Dengan demikian, pranata-pranata demokrasi faktanya ada dan menjadi bagian dari suprastruktur (parlemen misalnya) dan infrastruktur (partai politik mislanya) sistim politik negara yang bersangkutan. Hanya saja pranata-pranata demokrasi itu praktis tidak berjalan sebagaimana seharusnya, dan secara penuh atau nyaris penuh berada dalam kontrol penguasa (eksekutif).
Karakteristik Sistim Politik Otoriter
Meskipun tidak selalu sama di semua negara otoriter, namun berdasarkan kajian-kajian empirik, sejauh ini sistim politik otoriter biasanya dicirikan oleh beberapa karakteristik sebagaimana pernah diidentifikasi oleh Theodore M. Vestal berikut ini :
Pertama, dalam sistim politik otoriter infrastruktur dan fasilitas pemerintahan dikendalikan secara terpusat (sentralistik). Kekuatan politik diperoleh dan dipertahankan melalui cara-cara represif yang menentang segala bentuk tantangan atau yang berpotensi menentang. Partai politik dan organisasi-organisasi masyarakat dikooptasi sedemikian rupa dan digunakan sebagai alat untuk memobilisasi masyarakat untuk mendukung status quo kekuasaan sekaligus dalam rangka pemenuhan tujuan-tujuan pemerintah.
Kedua, sistim politik otoriter biasanya mengikuti prinsip-prinsip berikut : (a) aturan berasal dari seseorang (personifikasi hokum), bukan dari lembaga hukum formal; (b) pemilihan umum bersifat kaku dan penuh dengan rekayasa sehingga seringkali orang bisa mengetahui siapa pemenangnya, bahkan sebelum pemilu itu berlangsung; (c) semua keputusan politis ditentukan oleh satu pihak dan berlangsung tertutup; dan (d) penggunaan kekuatan politik nyaris tak terbatas.
Ketiga , pemimpin dipilih sendiri atau menyatakan diri. Kalaupun ada pemilihan umum, hak kebebasan masyarakat untuk memilih cenderung diabaikan. Ringkasnya, pemilihan umum kalaupun ada, dilakukan dengan penuh manipulasi dan intimidasi terhadap rakyat.
Keempat , tidak ada jaminan kebebasan sipil, apalagi toleransi bagi yang ingin menjadi oposisi. Tidak ada tempat bagi sikap-sikap yang berseberangan dengan penguasa dari elemen masyarakat sipil manapun.
Kelima , tidak ada kebebasan untuk membentuk suatu kelompok, organisasi, atau partai politik untuk bersaing dengan kekuatan politik petahana atau status quo, bahkan untuk sekedar menyatakan pandangan yang berbeda dengan penguasa.
Keenam , stabilitas politik dipertahankan melalui: (a) kontrol penuh terhadap dukungan pihak militer untuk mempertahankan keamanan sistem dan kontrol terhadap masyarakat; (b) birokrasi dikuasai oleh orang-orang yang mendukung rezim; (c) kendali terhadap oposisi dari internal negara; dan (d) pemaksaan kepatuhan kepada publik melalui berbagai cara mobilisasi dan intimidasi.
Otoritarianisme adalah sebuah keyakinan atau praktik, pemerintah dari atas dimana otoriter diselenggarakan tanpa memperhitungkan kesepakatan rakyat. Otoritraianisme karenanya berbeda dari otoritas, dimana otoritas bersandar pada legitimasi dan karenanya muncul dari bawah. Rezim-rezim otoritarian menekankan klaim-klaim tentang otoritas diatas klaim-klain tentang kemerdekaan individu. Akan tetapi otorianisme biasanya dibedakan dari totalitaranisme. Otoritarianisem , yang dikaitan dengan absosultisme monarkisme kediktaktoran tradisional, dan sebagian besar bentuk kekuasaan militer, berusaha untuk menyikirkan masyarakat dari politik dari pada menghapus masyarakat sipil.[11]
Daftar Pustaka
A.Dahhl Robert. Perihal Demokrasi, 2001 (Jakarta ; Yayasan Obor)
Budiman Arief . Teori Negara, Negara, Kekuasaan dan Ideologi.2002 (Jakarta ; Gramedia )
Heywood Andrew, Politik. 2014 (Yogyakarta; Pustaka Pelajar )
Jackson Robert& Georg Sorensen, 2009. Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
- [1] Andrew Heywood, 2014, Politik Yogyaykarta : Pustaka Pelajar hal 101
- [2] Arief Budiman,2002,Teori Negara”Negara,Kekuasaan,Ideologi ; Gramedia hal 8
- [3]Andrew Heywood, 2014, Politik Yogyaykarta : Pustaka Pelajar hal 98
- [4] Robert Jackson & Geor Sorensen ; 2009. Pengantar Studi Hubungan Internasional ; Pustaka Pelajar hal 29-31
- [5] Andrew Heywood, 2014, Politik Yogyaykarta : Pustaka Pelajar hal 470-475
- [6] Arief Budiman,2002,Teori Negara”Negara,Kekuasaan,Ideologi ; Gramedia hal 91
- [7] Robert A .Dahl ,2001, Perihal Demokrasi ; Yayasan Obol hal 14-23
- [8] Robert A .Dahl ,2001, Perihal Demokrasi ; Yayasan Obol hal 52-53
- [9] Robert A .Dahl ,2001, Perihal Demokrasi ; Yayasan Obol hal 63
- [10]Robert A .Dahl ,2001, Perihal Demokrasi ; Yayasan Obol hal 84-85
- [11] Andrew Heywood, 2014, Politik Yogyaykarta : Pustaka Pelajar hal 491