Oleh: Suyatno
Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu tolok ukur dari negara demokrasi. Terselenggaranya Pemilu secara berkala merupakan cerminan dari demokrasi. Kendatipun Pemilu berkala belum tentu melahirkan demokrasi subtansial, melainkan prosedural. Akan tetapi penyelenggaraan Pemilu secara berkala tersebut dengan terus memperbaiki sistem pemilihan hingga tata kelola pelaksanaannya, dapat melahirkan demokrasi subtansial. Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi digital sebagai instrumen untuk memperkuat tata pelaksanaan Pemilu. Sehingga tidak sekedar hajatan semata, namun akan benar-benar melahirkan negara yang demokratis.
Dewasa ini teknologi menjadi perhatian yang serius dalam realitas sosial, terlebih dengan penemuan-penemuan yang semakin terbarukan. Semula teknologi difungsikan hanya sebagai instrumen semata, namun hari ini menjadi entitas atau dalam kehidupan sosial. Sebelum sains ditemukan, masyarakat sudah menggunakan perkakas teknologi untuk menunjang aktivitasnya, begitupun dalam tahap perkembangan lebih lanjut. Oleh karena itu, teknologi merupakan bagian dari kebudayaan manusia itu sendiri, merupakan entitas dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan hari ini, manusia seolah sangat bergantung dengan perkakas teknologi. Salah satunya, yakni ketergantungan manusia dengan teknologi digital.
Teknologi digital, merupakan sebuah teknologi yang berbasiskan pada koneksi internet, dimana pengoperasionalannya tidak lagi banyak menggunakan tenaga manusia, namun melalui jaringan. Pengoperasionalannya pun berjalan secara otomatis melalui sistem komputerisasi atau format yang dibaca oleh komputer yang berbasiskan pada jaringan.
Penggunaan teknologi digital semakin tidak terelakan, baik pada ranah komunikasi, media sosial, maupun dalam penyelanggaraan pemerintahan. Penggunaan teknologi digital ini melahirkan suatu kebudayaan baru, yakni budaya interkonektivitas. Tanpa mengenal batas ruang dan waktu, manusia hanya dengan menggunakan perangkat android dapat terhubung pada saat itu juga. Bahkan dalam dunia pendidikan sudah merambah digitalisasi, terlebih saat pandemi Covid-19, dilakukan kegiatan pembelajaran berbasis digital. Maka dari itu, kedepanya sangat dimungkinkan dalam kontestasi politik demokrasi di Indonesia akan mengadopsi teknologi digital, dalam bentuk e-voting.
Wacana mengenai e-voting terus digaungkan oleh berbagai pihak. Pertanyaannya, mungkinkah e-voting dalam pemungutan suara atau pemilihan umum di Indonesia dapat dilakukan? Jika melihat perkembangan teknologi digital semakin terbaharui, maka pemilihan umum di Indonesia berbasis digital, kedepannya dapat dilakukan. Dengan adanya e-voting dalam pemungutan suara, terdapat beberapa keuntungan yang akan dipetik.
Pertama, lebih efektif dan efisien dalam proses penghitungan. Berbeda dengan sistem penghitungan konvensional yang memakan waktu cukup lama, hingga rawan kesalahan. Akan tetapi dengan sistem komputerisasi, selain efektif juga dapat mempercepat prose penghitungan. Kedua, mempermudah dalam pelaksanaan proses pemilihan. Pemilih tidak harus repot-repot untuk datang ke bilik suara, namun dapat dilakukan dengan piranti teknologi. Ketiga, dapat memperkecil angka golput. Salah satu tingginya angka golput disebabkan oleh kemalasan pemilih untuk datang ke TPS, dengan berbagai alasan. Dengan e-voting dapat dilakukan dari rumah, dan tidak harus datang ke TPS. Keempat, dapat meminimlisir kecurangan. Dengan sistem komputerisasi yang sudah terprogram, angka kecurangan dapat terminimalisir. Kelima, mengurangi biaya pemungutan suara. Keenam, transparasi demokrasi di Indonesia, karena setiap orang dapat mengakses hasil penghitungan suara berbasis digital tersebut.
Selain keenam alasan di atas, masih banyak faktor-faktor lain yang belum di urai secara terperinci mengenai keuntungan merealisasikan e-voting dalam pemungutan suara di Indonesia. Kendati demikian terdapat beberapa aspek yang mesti diperhatikan jika e-voting dalam pemungutan suara di Indonesia akan direalisasikan. Terdapat beberapa kendala belum siapnya sistem e-voting di Indonesia. Pertama, belum siapnya infrastruktur pendukung. Masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang belum terjangkau akses internet. Sehingga akan sulit jika direalisasikan. Kedua, belum semua masyarakat indonesia melek akan teknologi digital, terlebih bagi generasi tua atau lansia. Ketiga, rawan peretasan sistem e-voting yang dapat menyebabkan kacaunya sistem penghitungan suara. Keempat, belum adanya kajian yang mendalam dan regulasi yang mengatur sistem tersebut, baik dari segi sistem operasi, keuntungan dan kelebihannya. Kendati demikian, wawanca mengenai sistem e-voting dalam pemungutan suara di Indonesia semakin tidak dipungkiri dan terus digaungkan.